Peran Budaya dan Mental Dalam Pematangan Demokrasi


menghadirkan demokrasi di negara yang mayoritas penduduknya muslim seperti Indonesia, psti tidak mudah. Persoalannya bukan karena Islam sebagai doktrin tidak welcome terhadap demokrasi, melainkan spirit Islam dan demokrasi dapat bertemu secara substansif. Penelitian terhadap wacana kesesuaian budaya Islam dengan demokrasi baik tekstual maupun kontekstual sudah amat banyak. Sebut saja contoh, penelitian sarjana Barat seperti Robert W. Hefner, Civil Islam: Muslims and Democratizatin in Indonesia: 2000; and Karl D. Jackson, tradision Authority, Islam, and Rebellion, berkeley: Uneversity of California Press, 1980.
            Dengan analisis antropologi budaya, kedua penulis Barat itu merekomendasikan bahwa Indonesia memiliki modal sosial yang cukup besar dari sejarah Islam di Indonesia dalam mengembangkan demokratisasi, pluralisme, dan egalitarian. Termasuk tokoh-tokoh seperti; Abdurachman Wahid, Syafi’i ma;arif, Amien Rais dan ( alm) Nurcholis Madjid sepanjang karir intelektualnya tak pernah berhenti mendoronglaju demokrasi di negeri ini. Demokrasi memang bukan segalanya, tapi ia lebih bisa diterima daripada model lain seperti monarki atau teokrasi.
            Untuk itu, bagaimana demokrasi mampu menggapai terwujudnya desentralisasi kekuasaan untuk memfungsikan instutasi demokrasi dan memberikan peluang yang semakin luas bagi pelibatan masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik serta mendorong tumbuhnya civil society. Pelibatan masyarakat dalam sistem pengelolaan kekuasaan negara itulah perwujudan dari esensi demokrasi.
Sisi  Budaya
Dengan memberi peluang luas bagi komponen masyarakat berarti akan dapat memberdayakan rakyat berdemokrasi. Hal itu berarti akan menubuhkan sikap mental masyarakat menjalankan demokrasi. Selain itu, sistem politik demokrasi merupakan tatanan sistem kenegaraan modern yang sampai sekarang belum ada penggantinya yang dianggap lebih baik. Karena didalamnya terkandung mekanisme check and balance, proses sirkulasi kekuasaan lebih terjamin, serta persamaan hak dan kewajipan bagi warga di depan hukum.
           Tetapi di luar itu demokrasi juga dapat dipahami bukan semata-mata merupakan persoalan kelembagaan politik, melainkan juga persoalan sikap budaya masyarakat. Kita boleh menciptakan berbagai lembaga penunjang sistem demokrasi, tetapi selama mental dan budaya masyarakat belum demokrasi, sepertinya sulit bagi lembaga itu berperilaku demokratis.
               Meminjam istilahnya Jakob Oetama (2006), salah satu tujuan demokrasi adalah memperbaiki kualitas hidup. Meski demokrasi sudah berjalan sitematik, hal itu belum memberi pengaruh terhadap perubahan sikap masyarakat. Masyarakat masih sibuk dalam beda pendapat, belum bermuara pada kepentingan bersama. Secara karikatural, keadaan itu sering digambarkan sosok masyarakat yang lari pontang-panting dan saling bertabrakan. Masyarakat masih berada pada euforia beda pendapat, bicara bebas, dan berteriak keras sebagaimana dapat ditemui dalam masyarakat yang menuju transisi demokrasi.
            Untuk itu, perlu sikap mental sportif di mana seseorang atau sekelompok orang bersedia mengakui kekealahan dan kekurangan diri serta menghargai kemenangan dan kelebihan orang lain. Dengan sikap mental seperti itu, benturan dalam suatu Pilkada di beberapa daerah belakangan ini tak akan terjadi. Itulah cermin kematangan pribadi seorang yang diperlukan dalam sistem demokrasi. Sebab demokrasi pada dasarnya merupakan sistem politik yang mengakui pluralisme (kemajemukan) untuk ikut ambil bagian dalam berbagai aktivitas politik atau pengambilan keputusan publik.
            Guna mencapai tahap itu, elite politik dalam lembaga demokrasi dituntut komitmennya dalam mengakselerasi terwujudnya demokrasi di segala lini kehidupan. Melalui upaya itu, perwujudan demokrasi akan semakin jelas menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sikap mental masyarakat secara komprehensif. Namun semua itu bukan taken for granted, kedewasaan elite politik baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif.
Sikap Mental
Tuntutan masyarakat terhadap kualitas demokrasi antara lain meliputi: kesetaraan, keadilan, dan kebebasan serta tuntutan terhadap transparansi dan keikutsertaan masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Semua itu, merupakan indikasi perwujudan demokrasi sebagai bagian dari budaya politik. Persoalan yang ada sekarang lebih merujuk pada desakan meningkatkan kadar demokrasi sebagai sistem pengelolaan kekuasaan pemerintahan / negara, ketimbang demokrasi sebagai bagian budaya politik.
            Untuk mencapai semua itu diperlukan beberapa langkah berikut: pertama, perlu pembaruan institusi olitik agar berfungsi bagi partisipasi masyarakat. Pelibatan masyarakat di sini berarti memberi peluang pada masyarakat untuk berkembang menjadi civil society, suatu masyarakat yang self-organizing, bebas dan sadar akan hak-kewajibannya sebagai warga negara. Kebebasan dan kemandirian adalah kunci utamanya.
            Kedua, emanisipasi politik, sebagai proses penyamaan kesempatan bagi warga dalam pengambilan kebijakan publik (proses pelibatan poltik), kesetaraan, keadilan dan sebagainya. Ada kesan emanisipasi politk belum tercapai karena terhambat oleh kekuasaan yang bersifat personal dan unpredictable. Akbitnya, partisipasi politik hanya berlaku bagi elite yang berada di lingkungan pengendali kekuasaan (ruling elite).
            Ketiga, menanamkan pemahaman akan pentingnya hidup bernegara-bangsa secara santun dan beradab (civilized). Dalam studi politik hal itu dikategorikan sebagai pemaham kultural. Dalam alam demokrasi mestinya dibiasakan seseorang bkerja bergotong-royong memenuhi kepentingan mereka, baik dalam kehidupan bernegara untuk kesejahteraan rakyat. sehingga, demokrasi dapat dipahami upaya mengembangkan saling pengertian antara sesama warga masyarakat. Intinya adalah ada kesetaraan, kebebasan dan keadilan di semua lini kehidupan. Dengan demikian, budaya politik penting untuk mengisi kelembagaan politik demokrasi agar lebih santun dan civilized.

            Upaya itu perlu terus dikampanyekan lebih bergema agar menjadi bagian dari sikap mental elite politik dalam menghayati, mengamalkan, dan menerapkan demokrasi. Muaranya akan meningkatkan kualitas demokrasi dan pengelolaan kekuasaan negara, dan memperluas masyarakat terlibat aktif dalam pengambilan keputusan publik. Pelibatan masyarakat dalam sistem pengelolaan kekuasaan negara akan memacu terwujudnya sistem demokrasi dalam bingkai budaya.
Share on Google Plus

About Unknown

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.

0 komentar:

Posting Komentar