budaya Indonesia
Menyikapi
kesadaran politik masyarakat di Wilayah Timur Indonesia yang merasa senasib
sepenanggungan karena sama-sama “dijajah pulau Jawa”, melahirkan sebuah
pertanyaan akan adakah Indonesia di tahun-tahun mendatang? Atau, akankah ia
berubah menjadi pecahan negara-negara kecil? Apa yang dapat kita lakukan untuk
segera mengatasi persoalan ini? Apakah Pemerintah harus mengambil
langkah-langkah represid? Untuk menjawab pertanyaan di atas tentu tidak bisa
ditarik ke titik kontinum benar atau salah, namun harus dilihat secara
komprehensif dalam kerangka kausalitas. Selain itu, menelusuri relung-relung
geneologi sejarah bangunan republik ini juga mutlak harus dilakukan agar tiap
helai persoalan dapat tersingkap untuk kemudian dirajut kembali menjadi
bangunan kebangsaan yang mensejahterakan segenap anak bangsa ini.
Indonesia Timur,
Wilayah Panas
Pecahnya
solidaritas berbangsa menjadi kepingan-kepingan kecil etno-nasionalisme di
wilayah Indonesia timur itu sesungguhnya dipicu oleh hilangnya garansi rasa
aman dan harpan akan kesejahteraan yang dirasakan masyarakatnya. Kesenjangan
antarkawasan Indonesia bagian timur dengan Indonesia bagian barat adalah
realitas yang tidak terbantahkan hingga ini. Upaya serius pemrintah untuk
memperkecil kesenjangan itu hingga saat ini terkesan masih sebatas retorika
belaka. Lebih jauh dari itu, disparitas yang terjadi antara dua wilayah itu
sesungguhnya bukan hanya pada sektor ekonomi tapi juga sektor sosial, budaya,
politik dan penegakan hukum dan HAM.
Absennya keserasian antara kebijakam
pemerintah yang digodok di pulau Jawa dengan kondisi masyarakat di Indonesia
timur itu kemudian memunculkan konflik vertika yang berdampak pada memburuknya
rasa solidaritas berbangsa. Situasi seperti ini telah membuat Negara mengalami
delegitimasi di mata masyarakat sendiri. Akibatnya, sebagian dari mereka
beranggapan bahwa negara sebagai lembaga yang terpisah dan asing dari
komunitasnya.
Bagi komunitas etnik tertentu
misalnya yang ada di Indonesia timur, misalnya di Nusa Tenggara Timur,
identitas kebangsaanyang melekat pada negara dipahami tidak lebih sebagai
identitas kebangsaan imajiner disamping realitas identitas kebangsaan lain yang
juga melekat pada masing-masing komunitas etnik yang menurut mereka lebih riil.
Akibat ketidakpuasaan terhadap negara bermunculan dalam berbagai bentuk protes.
Pada titik ekstrim, sebagian masyarakat di daerah tersebut muncul kecenderungan
untuk merajut kembali nasionalisme lokal karena di mata mereka nasionalisme
nasional telah gagal dalam memenuhi hak –hak mereka sebagai warga negara.
Gejala seperti itu merupakan usaha
untuk menarik kembali nasionalisme nasional kedaerahan. Sesungguhnya gerakan
ini memiliki tipologi yang sama, yakni menunjukkan kecendrungan menjadikan
etnik sebagai identitas nasinal baru. Tindakan seperti inilah yang kerap
disebut sebagai etnonasionalisme atau nasionalisme etnis yaitu nasionalisme
yang bertumpu pada etnisitas. Gerakan tersebut menanggalkan identitas
kebangsaan sebagai bangsa Indonesia. Sebaliknya, lebih menonjolkan identitas
suku bangsa atau etnis sebagai perekat. Perkembangan bangkitnya
etnonasionalisme tersebut tentunya sangat memprihatinkan bagi persatuan
nasional karena dapat mendorong disintegrasi bangsa.
Namun untuk memasukkan
gerakan-gerakan etnonasionalisme tersebut sebagai ancaman bagi “natinal security”, sehingga harus
diberangus, variabel-variabelnya harus dirumuskan secara jelas, demokratis, dan
mempertimbangkan berbagai aspek. Selain itu, mempertimbangkan hukum kausalitas
menjadi sangat penting karena ia berada dalam garis yang linear. Menafikan akibat tidak sama artinya dengan menyelesaikan
sebab. Ketika kebijakan tidak sensitif akan hukum kausalitas ini maka fenomena
ancaman yang berulang akan selalu menjadi wakah suram dari bangsa ini. Untuk
itu, penyebab ancaman menjadi penting untuk dapat melihat apakah ancaman itu
muncul secara alami sebagai akibat dari perubahan demografi politik dan
orientasi kultural di tengah masyarakat atau sebagai reaksi dari ketidakmampuan
negara untuk mencapai tujuannya dengan menyediakan ruang demokrasi dan memenuhi
pelayanan publik.
Latar sejarah
Dengan
menelusuri kembali lembaran sejarah bangsa ini, kita
dapat melihat bahwa proses etno-nasional menjadi nasionalisme nasional dibangun
atas dasar kesadaran dan kesukarelaan dan tanpa ada pemaksaan yang menggunakan
senjata sama sekali. Perubahan nasional kesukuan menjadi nasionallisme Indonesia tersebut adalah sebuah
hasil dari pemilihan yang rasional untuk bersatu dalam konteks keragaman.
Bangsa ini lahir melalui proses perdebatan yang diawali atas usulan perhimpunan
Indonesia (1924) dan kemudian itu mendapat pengesahan dalam
Sumpah pemuda (1928) bernama Indonesia. Jadi, semagat untuk bersatu masyarakat
kesukuan menunjukan nasionalisme itu bukanlah suatu yang statis melainkan terus
berubah dan dinamis sesuai perkembangan. Dengan demikian, maka terbentuknya
nasionalisme Indonesia adalah benar-benar keinginan bersama.
Ironisnya ,keragaman itu di paksakan untuk bertransformasi
menjadi keseragaman. Pemhaman Negara bangsa (nation-state) yang selama ini
dipahami dan dipraktekan di Indonesia dengan mengedepankan keseragaman
sesungguhnya merupakan penekanan terhadap bangsa-bangsa dalam negara ini dibawah
satu identitas kultural tertentu. Dan hal itu tentu sangat bertentangan dengan
sejarah dibentuknya negara ini. Karena itu pemahaman negara bangsa
(nation-state) sudah harus bertransformasi menjadi negsra bangsa- bangsa
(nations-state).
Karenanya,
pemerintah tidak bisa dengan mengatasnamakan keamanan untuk memberangus
gerakan-gerakan etnonosionalisme seperti ini. Yang selama ini
terjadi, kegiatan-kegiatan yang dilakukan atas nama menjaga keamanan dan
keselamatan
negara dianggap mempunyai legitimasi untuk melakukan apa saj karena
berangka
dari pemahaman tafsiran keamanan oleh negara yang secara sempit
diartikan sebagai pengamanan. Represi yang dilakukan negara terhadap rakyatnya
sendiri atas nama keamanan seakan mendapat legitimasi dari tafsiran keamanan
tersebut. karena itu, konotasi kata “aman” kadang merupakan momok yang sangat
menakutkan bagi kebanyakan orang karena diamankan sama artinya dengan
dilenyapkan.
Tugas Hari Ini
Berhubungan
dengan hal itu, dalam melihat ancaman terhadap “national security”, harus merujuk pada tujuan didirikannya negara.
Dalam UUD 1945, tujuan didirikannya negara ini terhimpun dalam suatu rumusan
yaitu: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketrtiban dunia yang berdasarkan kemerdekaa, perdamaian abadi dan
keadilan sosial.
Namun penafsiran terhadap tujuan
negara itu harus disadari dengan paham etis-politis sehingga tidak terjadi
penafsiran dengan blue print sepihak
oleh kelompok yang sedang berkuasa. Kita dapat bersepakat bahwa penafsiran
tujuan negara itu akan mengerucut kepada empat kesimpulan yaitu, justice, welfare, security, dan peace. Dalam konteks sekarang, kita
sepakat bahwa tujuan nasional adalah: pertama,
mempertahankan inyegritas dan kedaulatan wilayah (territorial integrity and sovereignty). Kedua, pemerataan (welfare justice). Ketiga, memelihara
integritas sosial yang didasari atas pluralisme atnis, agama dan pandangan
politik (maintenance of social
integrity). Keempat, pemeliharaan lingkungan eksternal yang damai.
Core
values di atas yang harus jadi tolok ukur kapan saatnya negara mendapatkan
ancaman. Dengan menggunkan logika terbalik, setiap perilaku yang mengancam
tujuan negara, maka subjeknya dapat dimasukkan kedalam kategori ancaman
terhadap negara. Sebab-sebab ancaman dari dalam negara itu sesungguhnya
berbanding lurus dengan ktidakemampuan kita dalam mewujudkan tujuan berdirinya
negara Indonesia. Pada saat yang sama hal itu bukti akan keluhuran tujuan
didirikannya negara Indonesia ini.
Karena itu, transformasi politik
yang telah bherlangsung selama kurang lebih tujuh bhelas tahun harus mampu
melakukan redefinisi terhadap strategi keamanan nasional dengan memasukan
komponen-komponen keamanan manusia (human
security) seperti yang sudah dimuat dalam UUD 1945. Redefensi konsepsi
strategi keamanan nasional itu harus sampai pada level perumusan paling
praktis. Jika hal itu absen dalam proses transisi demokrasi ini, maka trasnsisi
menuju demokrasi yang sedang berjalan ini bisa berbalik arah menjadi sebuah
siklus yang berputar menuju otoritarianisme kembali dan pemerintah sendiri akan
menjadi ancaman bagi “natinal secutiy”.
Untuk itu, dibutuhkan suatu kondisi
yang membuat warga negara merasa nyaman tinggal di negaranya. Kondisi itu
adalah pertama, economic security, adanya
kesempatan untuk memperbaiki hidup menjadi lebih baik dan tidak adanya
ketimpangan ekonomi. Kedua, political
security dalam hal ini masyarakat tidak dihadapkan dengan prtection of basic human rights and freedom.
Ketiga, community security, adanya garansi terhadap pengembangan cultural dan etnic identity , ketiga hal itu akan menumbuhkan rasa nyaman
masyarakat bangsa ini untuk betah berlama-lama terintegrasi dalam negara yang
bernama Indonesia. Ketika ada yang mengusik keamanan negara maka sama artinya
dengan mengusik rasa aman masyarakat negara itu dan keamanan itu adalah nilai
yang harus mereka pertahankan.
0 komentar:
Posting Komentar